Aku Mengenal Kata Jatuh Darinya
Aku Mengenal Kata Jatuh Darinya
Kau tahu hadirmu
adalah yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukan. Dirimu mampu mengobati
bahkan menyembuhkan luka dihati. Telah ku jelajahi dimensi sepi diruang waktu
tak berpenghuni. Aku mengeja guratan jejak pada langkah serupa suara yang
terdengar sesaat sebelum bayangmu menghilang. Artasyani Puji Rahayu. Biasa
dipanggil Asya. Aku adalah mahasiswa yang mana hari ini adalah
hari pertama mengikuti ospek. Aku memakai baju putih dengan rok span hitam
yang amat membuatku jengkel. Melangkah ku sulit apalagi berlari. Ampun...
sangat bahaya jika aku terburu-buru mencari makan. Abaikan hhh. Aku
berjalan menelusuri koridor kampus dengan tergesa-gesa. Brukkk...
aku menabrak seseorang. Reflek aku segera merapikan beberapa berkas yg
berserakan.
"Jalan tu pake
mata, bisa ngga sih" tegas seorang mahasiswa.
"Ye ngga bisalah. Mana ada
jalan pake kaki. Aneh" kataku tampak berbisik.
"Eh malah ngejawab"
ketusnya.
"Emang kakak denger?"
Tanyaku sepolos mungkin.
"Lu kira gue budek apa? Dasar.
Masih juga mahasiswi baru. Sudah berani ngejawab" pria itu berdiri sambil
melipat kedua tangannya didepan dada bidangnya.
"Maaf" lirihku sambil
tertunduk. Bukannya aku tak berani. Hanya saja aku tak ingin memperpanjang omong
kosong yang ga penting bersama pria itu.
"Lo harus dihukum" tegasnya
"Kok dihukum
kan ga sengaja. Lagian situ tiba-tiba ngehalangi jalan orang aja. Gatau apa ya
kalo lagi keburu. Sudah pake rok mepet mepet ga jelas kek gini yang bikin sulit
minta ampun buat jalan. Ini malah seenak jidatnya mau ngasih hukuman emang situ
siapa. Polisi? Sudah dibantuasih untung. ga pernah bersyukur kali ya"
omelku panjang lebar tak sadar aku sedang berpapasan dengan siapa detik ini.
Pria itu tampak
tercengang melihatku yang sedari tadi ngomel bak ibu-ibu yang kehilangan satu
mangkok kesayangannya akibat pecah karena jatuh. Jelek amat yah kok mangkok
hahahaha. Biar ekstrim lah. Seketika aku dan pria itu tampak terdiam. Dag dig
dug bukan cinta yang aku rasakan. Aku takut akan kemarahan pria itu.
"Hahahaha"
tawa itu memecah keheningan dalam sekejap.
"Kok
ketawa" lagi-lagi aku tampak terlihat bodoh.
"Cepat pergi
kelapangan" bentaknya.
Segera aku mulai
menjauh dari pria itu, baru 2 langkah pria itu memerintahkan jika aku harus
berhenti.
"Aa..aapa?"
Tanya ku terbata-bata
"Dasar bocah.
Emang lo mau bawain tu berkas ke kantor?" Tanya pria itu yang membuatku
bersemu merah karena menahan malu.
"Yaampun..nih"
kuserahkan semua berkas tadi dan segera aku meninggalkan pria itu.
***
Dilapangan yang
amat luas seluas lautan.. eh ngga ding. Ribuan mahasiswa baru sudah mengisi
setiap barisan tampak seperti kerumunan semut yang sedang reunian. Aku sengaja
mengambil barisan paling belakang. Karena aku paling tidak suka moment seperti
ini. Berdiri ditengah teriknya mentari pagi. Satu jam telah berlalu. Namun, upacara
sedari tadi tak kunjung selesai. Aku merasakan sesuatu bergetar dari badanku.
Kukira aku mendapatkan notifikasi dari seorang doi. Tapi alhasil nihil,
ternyata itu getaran hebat dari perut kecilku. Yaa... aku sedang merasakan
lapar yang tak tertahankan lagi. Aku mundur selangkah dengan pelan. Agar tak
ada yang memperhatikan ulahku ini. Setelah sampai pada tujuanku. Aku segera
membongkar isi tasku berharap aku menemukan sesuatu yang bisa ku makan. Aku menemukan
sepotong roti sisa sarapan pagi tadi sebelum berangkat ke kampus. Ketika aku mendapatkannya
segera aku kembali pada posisiku semula. Tuhan memang adil, penyayang dan lagi penolong.
Kubuka plastik roti tersebut dan langsung menyantapnya. Baru dua kali gigitan
roti itu berhasil dirampas dari tangan mungilku.
Barisan kanan kiri
menertawakan kebodohanku. Tapi aku tetap acuh karena aku merasa sangat lapar. Perutku
perlu diisi ulang.
"Kalo mau
makan tuh dikantin bukan dilapangan" bentak salah satu mahasiswi seniorku.
"Gua lapar
kak. Ga tahan" jawabku jujur
Tiba-tiba salah
satu mahasiswa datang menghampiri kami.
"Ada apa
ini?" Tanya mahasiswa utu tak lain dia adalah pria yang tadi tak sengaja
ku tabrak.
"Eh rotii, gua
laper" reflek aku kaget dan kalimat itu yang muncul dari mulutku.
"Lihat kak, anak ini,seenaknya makan roti pas lagi upacara" adu si cewek
pengganggu makan ku, yang tak lain dia adalah salah satu BEM fakultas dijurusan
yang kupilih.
Aku tetap menunduk
seakan-akan menyadari kesalahanku. Tapi saat disela-sela obrolan kedua mahasiswa
itu, ku sempatkan membuka bungkus permen yang kutemukan di dalam kanting bajuku.
"Apa benar
kamu melakukan itu?" Tegas pria itu
"Ehh kalo ditanya itu jawab, jangan nunduk mulu. Takut ketahuan
salah" ketus cewek itu sambal mendorong-dorong bahuku.
"Biasa saja,
jangan pakai kekerasan. Ini waktunya upacara. Malu dilihat yang lain" entah
setan mana yang merasuki pria itu sehingga dia bisa membelaku.
"Ayo ikut
aku" pinta pria itu. Lalu aku pun mengangkat wajahku keteka pria itu
menyentuh bahuku.
"Lah lo
lagi?" Tanya pria itu heran. Sedangkan aku hanya bisa cengengesan merutuki
kesalahan. Tapi sebenarnya itu bukan kesalahan. Jika aku pingsan gara-gara
kelaparan baru itu kesalahan. Kan bisa-bisa aku nyusahin orang jadinya.
"Egh...egh.." tiba-tiba aku tersedak permen yang ku makan tadi.
"Kenapa
lo?" Tanya pria itu tampak khawatir meski kelihatannya gengsi.
"Pee...permen
yang aku makan ke..ketelen" jawabku menahan sakit
"Yasudah. Ayo cepet ikut gue" Dia segera menagajak ku taman kampus.
Disana dia meninggalkan ku sendiri. Dia
datang dengan membawa dua botol air mineral.
"Nih
minum..." suguhnya
Aku tercengang
bukannya waktu itu pria yang sedang ada didekatku ini sangat ketus. Tapi
nyatanya peduli juga sama orang lain. Aku segera meminum minuman itu. Tiba-tiba
pikiran aneh melintas diotakku.
"Situ
ngeracunin aku yah" tanyaku penasaran karena tiba-tiba dia baik seperti
itu.
"Enak aja.
Emang gue siapa mau ngeracunin anak orang"
"Kok tiba-tiba
situ baik"
"Emang ada
sejarahnya orang baik itu ga boleh. Gue juga manusia kali yang punya rasa kasihan
sama orang. Bukannya nyusahin orang." Jelasnya Sedangkan aku hanya bungkam.
"Nama lo
siapa?" Tiba-tiba pria itu memecah keheningan.
"Tanya-tanya
emang situ polisi" ketusku
"Jutek juga lo
ya. Gue anaknya" timpalnya
"Ga tanya"
"Ok. Tersearah
lo. Awas aja ntar pas ospek" liriknya yang tanpa sengaja aku juga menatap
bola matanya yang coklat.
"Ngga takut"
"Yakin"
"Bodo"
"Gue ini
atasan lo. Sedikit lebih sopan kalo bicara" Aku terdiam tak menggubrisnya.
***
Hari ini sangat
melelahkan. Ospek ternyata tak segampang ikut MOS pada masa SMA tiga tahun yang
lalu. Ospek lebih menyebalkan. Tidak ada keasyikan yang aku rasakan. Aku
menghempaskan tubuhku di kasur tebal milik kosanku. Tanpa mengganti pakai
terlebih dahulu aku pun terlelap hingga malam hari. Yaa begitulah jika sudah
mengikuti ospek perkuliyahan. Berangkat sunrise pulang sunset. Untung bukan bang
toyib yang jarang pulang. Malam yang gerah membuatku terbangun dan aku terpaku
pada jam weker kesayanganku yang menunjukkan pukul 22.05 WIB yang mana aku sudah
mengorbankan kewajibanku sebagai muslim. Aku tertinggal solat fardhu asar dan magribku.
"Ampuni asya
ya allah.. asya sangat lelah sehingga aku tertidur dan meninggalkan kewajiban
asya" Hari kedua, aku mengikuti ospek. Hari ini lebih parah dari hari kemarin
dan berharap hari esok tak separah hari ini.
Aku benci
mengikuti ospek hari kedua. Andai tak ada sanksi dan ospek tidak merupakan salah
satu persyaratan age cepat wisuda. Aku akan mencari alasan untuk tidaj
mengikuti ospek. Aku mengenakan pakaian adat. Kebaya dan rok yang sangat
menjijikkan yang membuatku tak leluasa untuk berjalan. Untungnya kepala tidak
disanggul bisa-bisa aku jatuh pingsan akan keberatan rambut palsu itu.
"Hei
kamu" tunjuk salah satu BEM padaku. Aku hanya menunjuk diriku memastikan jika
yang dia maksud adalah aku.
“iya. Ayo buruan
jalan kok lelet” Kaga tau apa ya jaan tuh susah kalo pake beginian. Kataku
dalam hati.
Tepat di depan
beberapa mahasiswa pria itu membawaku untuk memperkenalkan diri. “ayo,
perkenalkan diri kamu” perintahnya Setelah memperkenalkan diri secara
bergantian.
Kini waktunya
membentuk kelompok untuk pembuatan yel-yel. Sehingga membuatku semakin tidak
semangat karena aku sangat tidak menyukai sesuatu yang berhubungan dengan hal
menyanyi. Jangankan yel-yel lagu mars kampus sama prodi saja boro-boro dihafalin.
“Eh, lo. Ngapain
tenang-tenang. Bukannya bantuin temen-temennya malah enak-enakan duduk manis. Sudah
jadi jagoan lo?” cerocos pria itu panjang lebar.
Tanpa menggubris
omongan tak berfaedah dari pria itu akupun menjauh.
“Parah ternyata
cewek itu lebih cuek dari gue. Gue kira anak polos kaga cuek”
“Cewek yang mana
broh?” tanya salah satu teman pria itu
“Itu yang barusan,”
jawabnya tak sadarkan diri siapa yang sekarang berbicara dengannya.
“Keknya lu suka
yah” lanjut temannya .
Spontan pria itu
menoleh siapa sekarang yang sedang berada disampignya.
“Sejak kapan lo disini”
tanya pria itu pada temannya
“Sejak lo
ngomel-ngomel ga jelas ke cewek tadi itu. Cantik yah tapi sayang cueknya
ngelebihin anaknya pak Bambang yang ganteng tapi masih kalah ganteng ame gue
sih” belanya membanggakan diri.
Tanpa aba-aba
pria itu meninggalkan temannya seorang diri.
***
Satu minggu sudah
aku menjalani ospek kemahasiswaanku. Tak menyangka aku sudah menjadi seorang mahasiswi.
Cukup banyak pengalaman yang ku dapatkan dalam satu minggu ini. Serta
kejengkelan yang sering ku dapatkan. Aku bertemu dengan sosok pria tidak jelas
mentang-mentang atasan dia bersikap semaunya. Mulai dari marah-marah tidak
jelas kadang cuek, giliran dicuekin orang disalahkan. Wajah memang tampan tapi
sikap tak jelas tidak pantas untuk wajah tampannya. Awalnya aku ingin memperkenalkan
namanya dibagian ini, tapi sayang aku lupa namanya. Sebenarnya bukan lupa hanya
saja aku tak pernah memperhatikan ketika dia memperkenalkan dirinya. Karena
bagiku itu tidak penting
yang penting itu dimana letak kantin kampus yang akan aku tempati. Tunggu
diparagraf selanjutnya.
Senja yang begitu
indah untuk dipandang hanya saja masih ada dia yang lebih indah daripada senja,
Eaaa. Aku berlari-lari kecil menikmati dinginnya pagi kota baru yang kukenal dalam
waktu kurang lebih satu minggu ini. Iya, pagi ini aku pergi jogging bersama
kedua teman kamar kosku. Tapi sayang mereka sudah meninggalkan diriku seorang
dikarenakan mereka sudah dijemput oleh doinya masing-masing. Nyesek yah jomblo
sendiri. Sekitar tiga jam sudah aku mengelilingi daerah kampus. Sudah waktu aku
kembali ke tempat kos ku untuk membersihkan diri. Selesai mandi aku menuju
ruangan ibu kos seperti biasa untuk berpamitan. Iya, aku memang dekat dengan
beliau karena beliau sangat baik padaku. Selain guru atau tepatnya dosen untuk
saat ini pengganti orang tua beliau juga. Hari ini hari libur, aku berpamitan
untuk sekedar bersenang-senang dengan teman karena otakku juga butuh penenang
bukan sekedar dijadikan robot untuk semua tugas-tugasku.
“Pagi bunda?”
sapaku diambang pintu. Tidak seperti biasanya pintu ruangan khusus bunda
terbuka lebar.
Iya, aku memanggil
ibu kosku dengan sebutan Bunda karena beliau yang meminta.
“Eh Asya, pagi juga
sayang. Sini masuk” bunda mempersilahkan aku masuk. Aku berhenti ketika melihat
sosok seorang pria yang tak asing lagi. Pria itu menoleh hingga pandangan kami
bertemu.
“Lo?” ucapku dan
dia bersamaan. Bunda yang berada diantara kami menatap bingung.
“Kalian sudah
saling kenal?” tanya bunda pada kami
“Engga” jawabku
bersamaan dengan pria itu. Tapi dia menjawab “iya”
“Loh… yang bener
ini siapa?” tanya bunda kebingungan.
“Ohh iya bun, asya
mau pamit keluar. Mau refreshig dulu” alihku
“Oh yasudah
hati-hati ya” akupun bersalaman dan segera keluar dari ruangan itu.
“Tan?” panggilku
sedikit ragu
“Iya, kenapa za” jawabnya
lembut
“Tante keknya deket
banget deh sama cewek tadi” tanyaku penasaran.
“Ohhh Asya maksud
kamu. Dia emang deket sama tante sejak dia ngekos disini. Dia orangnya ramah, baik,
santun, cantik lagi. Dia juga yang sering bantu tante masak kalo lagi ga sibuk
sama tugasnya” jelasnya.
Reza terdiam tak
percaya dengan penjelasan tantenya tadi.
“Masak sih tan,
padahal kalo dikampus keknya cewek itu cuek banget deh.” Ucapnya tanpa sadar tantenya
tersenyum atas pengakuan ponaannya yang sebenarnya dia lah yang memiliki sifat
cuek.
“Tumben kamu bisa
merhatiin cewek. Biasanya juga kamu Cuma peduli sama gamesnya”
“Ya karena yang
satu itu berbeda tan” Reza keceplosan seketika dia pura-pura izin ketoilet
karena malu pada tantenya.
Reza memang dekat
dengan tantenya. Bahkan dia lebih dekat dengan bunda Erisa dibandingkan dengan
ibunya sendiri. Dinginnya malam seakan-akan mengundangku untuk pergi ke kedai
kopi dekat kampus. Black Canyon Coffee, disini tempat biasanya aku berkumpul dengan
teman-teman kampus. Tapi tidak untuk hari ini, hari ini aku datang seoirang
diri. Menu favoritku dikedai kopi ini adalah Mochaccino, karena aku juga merupakan
penggemar cokelat. Namun, hari ini aku memilih menu Americano. Ya, kopi pahit
sepahit kisah asmaraku. Hikss.. menyedihkan. By the way, sejak kapan aku bisa memikirkan
percintaan hahaha tidak lucu. Setelah selesai memilih menu karyawan kedai kopi
itu pergi dan tak lama kemudian pesananku datang dengan pria yang sangat
familiar.
“Hai” sapa pria itu
seraya meletakkan pesanan yang aku pesan tadi. Sedangkan aku hanya terdiam dan asyik
memainkan gadget yang ku pegang.
“Gue masih ga
percaya sama apa yang di ceritain sama tante Erisa” ucapnya sambil meminum
kopinya
“Pait” pria itu
meringis kepahitan. Sama seperti kehidupannya, hehehe canda.
Aku yang melihatnya
hanya bisa tersenyum simpul melihat tingkah konyolnya.
“Gimana ga mu
pahit. Namanya juga kopi” jawabku sambil terkekeh.
“Lo kok bisa suka
sih” tanyanya heran
“Kepo” jawabku
kembali ketus
“Yah.. sifat
aliennya balik lagi” Aku tetap saja menghiraukannya.
Aku tidak tau
kenapa tiba-tiba aku merasa canggung berada di
hadapan pria itu. Pria itu masih saja menatapku dan sekali-kali tersenyum usil.
“Jadi bunda Erisa
itu tante lo?” tanyaku untuk menghapus rasa penasaran yang sejak tadi ku tunggu
jawabannya.
“Iya” jawabnya
singkat
“Lo masuk prodi apa?”
lanjutnya
“PI” jawabku tak
kalah singkat
Hampir dua jam
lamanya aku duduk di meja kedai kopi itu bersama pria yang belum ku kenal
namanya. Semakin malam kedai kopi itu tampak ramai. Banyak mahasiswa yang
berdatangan, ada yang sibuk dengan laptopnya entah dia sedang mengerjakan tugas
atau keperluan lain, ada yang tertawa terbahak-bahak dengan segerombolan
temannya dan ada juga yang asyik mengobrol dengan pasangannya masing-masing.
“Eh ka Eza ada
disini juga. Hai kak kenalin aku sisi” sapa wanita itu sambil mengulurkan
tangannya.
Pria itu hanya
membalasnya dengan senyuman dan mengangkat kedua tangannya. Tampaknya pria itu tidak
suka berjabatan dengan lawan jenisnya. Aku hanya terdiam menyaksikan kedua
manusia tidak jelas yang berada dihadapanku.
“Oh iya, ini siapa?
Ceweknya kak Eza ya? Salam kenal yah. Maaf mengganggu” kini wanita mengulurkan tangannya
padaku.
Aku terkejut dengan
ucapan wanita itu, bagaimana bisa wanita itu mengira bahwa
aku pacar dari pria yang berada dihadapanku dan baru hari ini aku mengenal
namanya dari wanita asing itu.
“Aku Asya, bukan…”
ucapku terpotong ketika wanita itu terburu-buru ketika mendengar panggilan dari
salah satu temannya.
Eza, pria itu
tampak tersenyum asyik seorang diri. Entah apa yang membuatnya dia tersenyum
tidak jelas seperti itu. Aku semakin merasa jengkel berada di hadapannya.
Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke kosanku. Aku beranjak dari tempat
dudukku dan mengambil tas selampang kecilku menuju kasir pembayaran. Namun, aku
mendapat informasi bahwa pesananku sudah ada yang membayarnya. Aku bingung
siapa yang telah membayarnya.
“Ohh.. yasudah
syukur deh mas, tau gitu kan saya tadi pesennya ga satu” candaku sambil
terkekeh kecil.
Tanpa berfikir
panjang aku menghiraukannya dan menjauh dari tempat kasir itu. Namun, saat aku
ingin melangkah dan menghadap kebelakang aku dikejutkan oleh pria tidak jelas
itu lagi.
“Tambah aja
pesananya gapapa kok” ucapnya.
“Sorry gue mau
balik” sergahku
“Boleh gue antar.
Ini malam deket kampus rawan begal dan gue tau ini pertama kalinya lo keluar
malam kan. Begal suka cari mahasiswa baru buat sasarannya loh. Gimana boleh
ngga?” jelasnya.
Aku terdiam
mendengarkan penjelasannya seraya berfikir. Ada benarnya juga karena ini
pengalaman pertamaku keluar malam apalagi seorang diri.
“Gue antar lo jalan
kaki kok ga bakal pake sepeda. Tenang aja” ucapnya seakan-akan mengetahui kebiasaanku
yang tak pernah berani menaiki sepeda bersama pria asing.
“Terserah” ucapku
dan melangkah pergi
Tanpaknya pria itu
benar-benar mengantarkanku pulang. Pria itu mensejajarkan langkahnya disampingku.
Aku hanya terdiam tanpa berkata sepatahpun.
“Kamu asli orang
mana?”
“Bumi”
“Maksudku kamu
berasal dari daerah mana?”
“Jauh”
“hmm.. sulit ya
emang bicara sama alien untung cantik” sanggahnya.
“Karena bukan cowok”
“Yaa kan yang cowok
gue. Pastinya yang cantik bukan gue kan. Lebih tepatnya gue yang ganteng” aku hanya
bisa terdiam seribu kata.
“Oiya, kok lo bisa
dekat sama tante gue? Padahal kan lo cuek” tanyanya sambil menyindir.
“Ye bisa aja” Tak
terasa akibat perbincangan singkat kami akhirnya aku sampai didepan gerbang
kos.
Aku berhenti ketika
melihat pria itu masih mengikutiku.
“Kenapa berhenti?”
“Bunda bilang ga
boleh bawa anak cowok masuk area kos” jawabku jujur
“Apasalahnya kan
gue ponaannya” Aku terdiam mendengar jawabannya.
”Bodoh, kenapa bisa
aku sampai lupa seperti ini” lirihku.
Aku langsung
menanaiki tangga untuk menuju kamar ku. Namun, aku terhentikan saat pria itu memanggilki.
“aAya” panggilnya
“Iya” balasku pelan
“Selamat malam”
tuturnya lembut seraya tersenyum manis menampakkan lesung pipitnya.
Aku terdiam dan
membalasnya dengan senyuman. Lalu aku melanjutkan langkahku.
“Yes” ucapnya yang
masih kudengar.
Karena pria itu
sangat kegirangan sehingga lupa akan keadaan
setempat.
“Segitu bahagianya
ya den kalo ketemu pujaan hati” ejek salah satu satpam
“yah beginilah mang
anak muda, saya pulang dulu” pamit pria itu
“ngga mau ketemu
sama bu Erisa dulu den” tanya satpam tadi
“sudah malam,
ruangannya juga sudah tutup rapat tuh. Jangan bilang-bilang tante Erisa ya mang
kalo Eza nganterin salah satu anak kosannya. assalamualaikum” pintanya seraya
berpamitan.
***
Suasana pagi yang
sangat segar diiringi kicauan burung yang amat merdu. Aku menuruni anak tangga dengan
semangatnya menuju ruangan bunda seperti biasa. Tanpa ku sadari disana aku
melihat Eza sedang asyik menonton televisi. Aku tak habis mikir apa mungkin
semalam Eza menginap disini. Jika itu benar maka bunda Erisa juga tahu bahwa semalam
ponaannya sedang berjalan denganku. Akupun memberanikan diri mengetuk pintu
ruangan bunda Erisa.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam,
nah itu dia asya. Dari tadi Eza nunggu loh. Dia bela-belain datang pagi-pagi
buat kamu.
Yaa meski
sebenearnya dia ga ada jadwal” jelas bunda Erisa sedikit mengejek. Aku tidak
mengerti apa yang di maksud bunda Erisa.
“Tante” lirih pria
itu
“Bun..saya”
perkataanku terpotong oleh jawaban bunda.
“iya, bunda tau
hari ini kamu ada jadwal pagi kan” tebak bunda.
Aku hanya
mengangguk seakan menahan malu. Entah kenapa tiba-tiba sifat pemalu ku kambuh
yang biasanya malu-maluin hari ini benar-benar malu. Setelah berpamitan dan
mencium punggung bunda kami segera berangkat kekampus. Yang biasanya aku berjalan
kaki kini aku diantar menggunakan ninja hitam bervariasi merah. Aku terdiam
ketika motor itu berhenti didepanku.
“Ayo naik!”
perintahnya
Aku menoleh ke arah
bunda yang memerhatikan kami dari beranda ruangannya. Bunda tampak mengganggukan
kepalanya menandakan aku harus menerima tumpangan pria itu sambil tersenyum ramah.
Sumpah demi apa aku tidak akan tau semerah apa pipi mungilku ku saat ini. Aku
tidak tau harus bersikap apa. Lantas aku menerima tumpangan itu. Sesampainya
dikampus semua mata tertuju pada kami. Sorak mahasiswa dan mahasiswi seakan
melihat
idolanya telah tiba. Ada pula yang berorak tak suka dan membicarakan kami.
Siapa lagi kalua bukan para cabai di kampus ini.
“Gue malu, turunun
gue disini aja” lirihku pelan
“Tenang aja, ga
bakal ada yang marah juga kan kalo gue bonceng lo?” jawabnya malah bertanya
kembali.
Aku terdiam
menurutinya. Aku hanya bisa menahan malu dan sedikit marah. Sesampainya didepan
gedung kampus lebih tepatnya kelasku aku turun dengan sangat hati-hati. Aku
sudah disambut oleh teman-teman baruku.
“caelah… ternyata
asya kecantol sama babang ganteng yang suoer akut cuek itu yah.
Pake pelet apa sih,
Sya?” ejek dinda teman kelasku
“husss.. ngomongnya
jan sembarangan” sergah putri
“Becanda kok put,
ya kan sya” Aku hanya terdiam mendengar ejekan teman-temanku.
“Makasih” ucapku
terbata-bata
“Sama-sama, entar
pulangnya gue jemput” jawabnya sehingga membuat bola mataku seakan-akan ingin keluar
dari persembunyiannya.
Dengan kecepatan
diatas rata-rata pria itu melajukan motor ninjanya. Banyak pertanyaan dari
teman-teman ku bagaimana bisa aku sedekat itu dengan pria itu. Padahal, kata
mereka Eza merupakan mahasiswa yang sangat cuek dan tak banyak bicara. Apalagi
masalah mendekati cewek. Aku baru tahu kalo sikap Eza di kampus seperti itu.
Dari awal aku tanpa sengaja menabraknya, dia memang kelihatan cuek dan aku baru
sadar itu.
Pukul 11.15 WIB aku
keluar dari kelas dan langsung dikejutkan oleh sosok pria itu lagi. Aku terdiam
ketika melihat pria itu berdiri didepanku. Dia mengajakku kesebuah café dimana tempatku
biasa mengerjakan tugas.
“Ciyeee..on time
banget yah tukang jemputnya asya” ejek putri
“He’ehh.. kita kapan
yaa bisa dapat babang ganteng super perhatian kek gitu” timpal dinda
“Apasih, aku ga ada
apa-apa kok sama dia” jawabku jujur
“Ayo!” ajak pria itu
“Tuh Syaa.. si
babang udah ga tahan pen ajak lu halan-halan. Buruan gih ntar babangnya ngambek
lagi” tambah sisil yang kini ikut bersuara.
Aku hanya menuruti
ajakan pria itu. Hingga tak butuh waktu lama kami sampai di café yang ku maksud
tadi.
“Ada perlu apa
ngajak gue kesini?” tanyaku penasaran
“Masak udah
dibaikin panggilannya masih lo gue”
“Maksud lo apaan?”
tanyaku dengan nada naik satu oktaf
“Maaf, gue ga
bermaksud apa-apa sama lo. Becanda doang”
“Pesan aja dulu
ntar gue jelasin apa maksud gue ngajak lo kesini, mas..” lanjutnya dan
memanggil salah satu pelayan café
“Mau pesan apa
mbak,mas” tanya pelayan itu
“Seperti biasa”
jawab ku dan pria itu bersamaan. Pelayan itu mengangguk dan meninggalkan kami.
Aku tidak tahu
bahwa pria itu juga pecinta kopi bahkan juga sering nongki di café ini. Aku
terkejut ketika pesanan kami datang. Demi apa, ternyata menu favorit kami sama.
Apakah ini yang dinamakan jodoh? Yah kalimat alay itu keluar lagi. Kami saling
tercengang melihat minuman itu. Kemudian pria itu berkata “ternyata menu
favorit kita sama, apa ini yang dinamakan jodoh” ucapnya sambil menaik turunkan
alisnya.
“Bisa saja hanya
kebetulan” jawabku tak mau kalah.
Sekitar dua puluh
menit kami saling diam. Tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut kami.“syaa..”
tegur pria itu pelan.
Sedangkan aku hanya
bisa membalas dengan dehaman singkat. “lo pernah jatuh cinta ngga?” tanyanya
dengan berhati-hati
“Belum” jawabku
enteng
“Kalo ada cowok
yang nembak lo gimana?” lanjutnya.
“Kan kalo”
“Hemm.. gue suka
sama lo” tuturnya dengan nada lembut.
Aku diam terpaku
mendengar pengakuannya dengan tanpa sengaja menatap bola mata coklatnya pekat.
“Hahahaha..
becandanya ga lucu” aku memacahkan keheningan singkat itu dan kembali memasang
muka datar.
“Gue serius. Gue
cinta sama lo syaa. Gue ga pernah becanda masalah perasaan” jawabnya dengan volume
lebih tinggi. Aku menelan ludahku berat. Aku bingung hendak berkata apa.
Keadaan sekitar mulai ricuh akibat mendengar pengakuan pria itu.
“Asal lo tau, ini
pertama kalinya gue ngungkapin perasaan gue dan bisa membuka hati buat cewek” lanjutnya.
Aku tetap terdiam
tidak bisa berkata apapun.
“Lo mau ga jadi
pacar gue?” boom pertanyaannya membuatku bungkam.
Lalu iya membuka
genggaman
tangannya yang telah terisi sebuah cincin mungil.
“Tapi aku gatau
pacaran itu kek apa” jawabku polos
“Kita jalani saja,
jika kamu suka bertahanlah jika tidak biarlah aku yang memperjuangkannya hingga
kau merasa nyaman” pria itu tersenyum dan akhirnya aku membalas senyuman itu.
Pria itu meletakkan cincinnya dihadapanku.
“Simpanlah”
perintahnya.
Aku membalasnya
dengan anggukan dan tersenyum kembali. Aku jatuh, jatuh hati pada seseorang
yang tidak pernah ku ketahui kebiasaannya. Namun dia sangat mengetahui
kebiasaanku. Rasa jatuh ini samat berbeda, ada rasa aneh yang sedang kurasakan.
Ku berharap jatuh yang satu ini tak kan menimbulkan luka yang menyesakkan.
Komentar
Posting Komentar